A.N.JELL

A.N.JELL

Kamis, 23 September 2010

BERI AKU KESEMPATAN SEKALI LAGI

Hidup di dunia memang hanya sementara. Dan tak pernah terlintas sedikitpun tentang bagaimana hidup yang sebenarnya, yang kekal abadi, selamanya takkan berubah walaupun waktu terus berputar. Terlalu asyik dengan kesibukan duniawi, hingga melupakan satu kewajibannya yang harus ia kerjakan selama menjadi khalifah di muka bumi, mengabdi kepada tuhan, beramal, sholat, membaca ayat-ayat al-quran, berpuasa. Cukup simple pemikiran mereka, jika mereka melakukan kesalahan, hanya minta maaf dan mereka sudah mendapatkan kesempatan kedua untuk memperbaikinya. Tapi, apa yang akan terjadi jika maaf itu menjadi sebuah kata yang tak berarti di telinga Tuhan ? itu yang akan terjadi di dalam cerita ini, tentang seorang anak remaja yang harus menjalani takdirnya. Takdir yang sedikit demi sedikit menuntunnya ke dalam lembah kematian. Bisakah ia mendapat kesempatan kedua ?
***
                Suara music masih terdengar jelas pagi itu, sangat nyaring, dan mungkin mengganggu ketenangan tetangga-tetangga yang di sekitar. Tapi, tidak bagi seorang anak laki-laki yang kini sedang berjoget-joget mengikuti alunan music. Tampang keren, sangat mengikuti perkembangan fashion. Hingga kelakuannya pun mengikuti perkembangan jaman.
Terdengar ketukan pintu dari luar, karena tak dibuka-buka, akhirnya masuklah seorang wanita paruh baya yang sedang membawa sepiring makanan dan segelas susu. “Nak, matikan dulu ya musiknya.” Berjalan dan mematikan tape. Anak laki-laki tadi langsung berbalik badan dan berbicara dengan suara tinggi, “Heh, kenapa lo matikan tape gue ??? minggir lo, denger ya sekali lagi lo masuk ke kamar gue, gue engga segan-segan buat nyeret lo keluar ! ngerti lo, lagian lo itu bukan siapa-siapa gue “ anak laki-laki itu menyalakan kembali tapenya. Wanita paruh baya itu hanya bisa menahan tangisnya dengan ketegaran yang ia miliki saat ia harus berhadapan dengan anak tirinya. Ia berjalan tertatih keluar kamar. Ia selalu berharap suatu saat bisa mendapatkan hubungan yang harmonis dengan anaknya.
                Jam telah menunjukkan pukul 10.00 pagi, wanita itu berjalan ke luar rumah, niatnya ingin membeli sayur kepada tukang sayur langganannya. Tapi, yang ia dapat malah cibiran dari para tetangga yang merasa tidak suka dengan kelakuan “Raka” anak laki-laki dari wanita itu. “Bang, beli..(di potong oleh omongan orang yang disebelahnya).”. “Ehm..bu Lani (wanita paruh baya) hubungan ibu dengan Raka itu engga harmonis ya ? tiap hari ribut melulu di rumah. Apa pengaruh dari sifat ibu ya ? perebut suami orang, apalagi itu kakak ibu sendiri. Eh..tapi kan..si raka itu anak tirinya bu Lani kan ?” ibu disebelahnya berkata dengan tampang sinis dan di sambung oleh seorang ibu yang berdiri didepan bu Lani, “Ia, padahal sebelum bu Lani jadi istrinya bapaknya Raka, Raka itu anaknya baik, ramah, rajin, tapi setelah itu, Raka berubah drastic jadi anak yang badung. Heeyyy,, bu, ibu engga nyadar ya ? gara-gara kelakuan ibu, anak ibu menjadi seorang anak yangpembangkang ! nyadar dong bu !.”. mendengar perkataan seperti itu, bu Lani langsung masuk kedalam rumah dan tak jadi membeli sayur. Ia menangis dan menyesali kejadian 3 tahun yang lalu. Ia dengan sengaja memfitnah kakaknya agar ia bisa menikah dengan suami kakaknya, ia piker akan mendapatkan kebahagiaan di atas harta yang berlimpah, tapi kenyataannya yang ia dapatkan sekarang adalah kesengsaraan dan beribu penyesalan yang kini tengah menari-nari di otaknya.
                Langit berubah warna dari kelabu menjadi hitam  dengan hiasan bintang dan bulan. Raka sedang bersiap-siap untuk pergi bersama teman-temannya ke tempat tongkrongan yang biasa. Tanpa pamit, ia langsung menstarter motornya, dengan kecepatan penuh ia menuju tempat yang telah disepakati olehnya dan temannya yang lain. Entah apa yang di lakukannya, tapi menurutnya, itu adalah kewajiban baginya yang harus ia lakukan sebagai anak muda. Di rumah, bu Lani terlihat cemas karena jam telah menunjukkan pukul 01.00 pagi. Tapi Raka masih saja belum pulang, tapi bu Lani tetap menunggu kedatangan Raka. Hingga terdengar suara ketukan pintu, bu Lani segera membuka pintu. Terlihat berdiri didepan pintu dua orang anak laki-laki, “Astagfirullah, kenapa kamu nak ?”. seorang anak laki-laki yang dalam keadaan sadar menjawab pertanyaan bu Lani, “Rakanya kebanyakan minum tante makanya sampai mabuk gini.”. “Ya udah, terima kasih ya sudah ngantar Raka. Biar Raka, tante yang urus.”. menyambut tangan Raka dan memapahnya ke ruang tamu. “Raka, kenapa kamu begini sih nak ?” mulai menitikkan air mata. Raka yang setengah sadar, menepis tangan ibunya dan mengeluarkan kata-kata kasar, “Heh ! wanita tua, ngapain lo megang-megang gue ? gue jijik ! jauh-jauh lo dari gue, sanaaa ! (mendorong badan ibunya, tersenyum tipis) heh, lo nyadar engga sih ? lo itu udah hancurin keluarga gue, lo udah ngebunuh nyokap bokap gue. Puas kan lo sekarang ? hahaha, senang kan lo ? hey wanita hina, lo sekarang udah kaya, lo udah punya semuanya yang lo mau, sekarang lo mau apa lagi ? ngebunuh gue ?...”. raka tiba-tiba pingsan dan saat ia terbangun, ia sudah berada di kamarnya. Rasa pusing masih ia rasakan. “tumben wanita tua itu engga bangunin gue” batin Raka dalam hati.
Ia berjalan menuju kamar mandi, entah semalam terkena virus penyakit apa, tiba-tiba rasa mual menyerang perutnya, dan sakit yang sangat menusuk. Ia tak tau apa yang harus ia lakukan, darah segar mengalir dari hidungnya. Perlahan-lahan, badannya tak bisa ia kendalikan, ia kembali terjatuh dan pingsan.
                Waktu berputar begitu cepat, sehingga setiap detik, menit, bahkan jamnya pun terlewatkan dengan sia-sia. Jiwa yang tadinya bersih, sesaat berubah menjadi kotor. Keadaan yang semula baik-baik saja, sesaat berubah menjadi keadaan yang sangat buruk. Tanpa di sengaja, waktu telah membodohi semuanya. Membuatnya lenyap begitu saja seiring putaran jarum jam. Yang ia sisakan hanya sebuah kata yaitu “PENYESALAN”. Raka kini terbaring tak berdaya di rumah sakit, terlihat disampingnya, bu Lani yang tertidur. Semalam suntuk ia menemani Raka, anak tirinya yang sangat ia sayangi dan ia anggap sebagai anak kandungnya sendiri. Raka telah di vonis oleh dokter mengidap penyakit kanker pada lambungnya. Yang menyebabkan hidupnya tinggal menghitung hari. Penyakit itu begitu parah, karena kanker pada lambungnya menyebabkan lambungnya luka yang berakibat fatal bagi organ yang lain. Karena terkontaminasi dengan asam-asam yang ada di dalam lambung. Hamper seluruh tubuhnya tak bisa bergerak. Di dalam komanya, ia bertemu dengan ayah dan ibu kandungnya, mereka terlihat sedih, raka mendatangi mereka berdua, ia hendak mengeluarkan suara tapi, suara itu tertahan. Kedua orang tua Raka memegang pundak Raka. Ia seperti berada di mesin waktu, ia kembali ke waktu-waktu sebelumnya, sebelum ia tau ia di vonis oleh dokter terkena penyakit kanker. Ia melihat semua kejadian-kejadian yang lalu. Yang telah ia lakukan kepada ibu tirinya. Perkataannya yang sangat kasar, tanpa ia sadari telah menyakiti perasaan ibu tirinya. Ia mengatakan ibunya itu sebagai ibu tua, ibu yang hina, bahkan ia menuduh bu Lani sebagai pembunuh kedua orang tuanya. Ia sadar, ia menyesal, ia ingin minta maaf. Matanya sedikit demi sedikit terbuka, ia menatap wajah seorang wanita tua yang tengah tertidur lelap disebelahnya.
“Eh, kamu sudah bangun. Kamu mau minum ? atau ke toilet ?” raka ingin sekali mengeluarkan suaranya, tapi tetap tak bisa. Kemudian beberapa saat kemudian, bu Lani di panggil oleh dokter. “Sebentar ya, ibu ke sana dulu.”.
“Apa yang terjadi padaku ? mengapa aku tak bisa mengeluarkan suara ku ? apakah ini hukuman darimu Tuhan ? inikah peringatan untukku ?” batin Raka dalam hati. Tiba-tiba rasa sakit itu menyerang, begitu dahsyat dari sebelumnya. Ia ingin berteriak tapi tak bisa. Bu Lani masuk dan langsung mendatangi Raka yang sedang kesakitan. “Nak..kamu kenapa ? Nak ?”. “Oh Tuhan..ini sangat sakit. Aku tak tahan, inikah saatnya kau menjemputku untuk bertemu dengan kedua orang tuaku ? bisakah kau mengabulkan permintaan terakhir ku ? tolong “BERI AKU KESEMPATAN SEKALI LAGI” untuk menyampaikan kata maaf ku untuk ibu ku..”. ibu Lani menangis sambil memeluk Raka.
                Raka membuka mulutnya, menarik tangan ibunya, bu Lani mendekatkan telinganya ke mulut Raka. Inilah kata terakhir yang di ucapkan oleh raka, “Ma..a..af..ii..in rrrr..a..raka, bbbuu..”. Seusai itu, Raka terkulai lemas, matanya tertutup, detak jantungnya berhenti untuk selamanya.
                Itulah takdir yang harus diterima oleh Raka, takdir yang menuntunnya ke dalam lembah kematian. Mungkin jika ia tahu lebih awal bahwa ia terkena kanker, mungkin akhirnya tidak akan seperti ini. Tapi, itulah sifat alamiah manusia, selalu berfikir simple tentang penyesalan dan perpisahan yang muncul di akhir setiap kisah kehidupan. Tapi, takdir akan tetap menjadi takdir, penyesalan akan tetap menjadi penyesalan, perpisahan akan tetap menjadi perpisahan. Tak akan berubah, tak akan tergantikan oleh apapun. Sekarang yang harus dilakukan hanyalah berusaha menjadi seseorang yang berkepribadian baik, selalu beribadah kepada Tuhan, agar tak berakhir seperti cerita ini. Jangan selalu berfikir setelah melakukan kesalahan akan mendapatkan kesempatan kedua, tapi berfikirlah apa yang akan terjadi saat mengucapkan kata maaf, tak didengar, tak dihiraukan, masihkah berharap akan kesempatan kedua ? bila Tuhan pun bosan mendengar maaf darimu, masih ingin kesempatan kedua ? jalani hidup ini sesuai aturan-aturan yang telah ditentukan, agar kisah hidupmu berakhir dengan happy ending, bukan sad ending.
_TAMAT_Cerpen by, Ariitaa